Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal
Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya  ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s  Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa  sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu  hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia.  Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi  Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta  (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda  mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil  nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya  selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15  Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan  srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit  binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu  akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik  menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama  katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa  Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus  atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus  Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar  lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I  menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan  nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang  kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The  Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3  nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya  dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak  pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan  kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber  mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar  Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine  karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah  tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine  lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa  Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat  dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu  melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan  diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum  gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa  sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati  sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah  pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang  tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas:  http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan :
1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
2.  Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan  gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I.  Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah  peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St.  Valentine.
3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi  umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan  sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan  boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya  adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak  sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata  bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari  ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama : Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama  Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh).  Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam  beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga  merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan  oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash  Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql,  terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani.  Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan  Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari  no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar  menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk  menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah  menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir.  Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai  suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu  Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad  hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini  shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka  bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi  ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua : Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah  Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka  adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan  orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan  perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi  renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak  menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan  (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,  mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir  mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak  menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling  bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan  macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa  “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang  musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian  untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak  menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini  berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela  dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s  Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut  bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga : Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan  untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan  banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan  Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا  فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –  « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ  النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو  أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ  بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa  gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan  bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا  أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ،  وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ  أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa  bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak  bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang  dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap  sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para  pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah  sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau  bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim,  manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah  bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di  hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan  renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat : Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine”  sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa,  Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod  dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau  tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah  valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha  Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan  makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada  berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal  bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan  semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat  hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir  lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para  ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh  Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441,  Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan  selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir  (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen)  adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum  muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan  puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang  berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan  semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat  dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.  Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita  mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan  perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat  semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan  selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina,  atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima : Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan  Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di  masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi  sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan  hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas  muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan,  bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua  dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine  itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan  larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan,  berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan  sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan  rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan  bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah  melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh,  apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam : Meniru Perbuatan Setan
Menjelang  hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan  souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika  itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk  keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada  orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu  berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada  hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa  bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk  Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka  memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu  menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya  pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’  [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini.  Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah  menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al  ‘Azhim)
Penutup
Itulah  sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme,  kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta  dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu  yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu  diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka  Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami  peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang  mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine  dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami  katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa  nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan  agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak  boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu  menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan  mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam  dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada  kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum  muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik  dan hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi  ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa  ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
 









0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.